BeritaHR

Media Belajar Human Resources

Sukses dalam Psikotes Lewat Kursus ??

leave a comment »

Lembaga kursus psikotes mulai berkembang. Apa pengaruhnya terhadap hasil tes dan masa depan seseorang?
Sumber : Tempo Interaktif

Hiasinta Kusumawati tinggal menunggu hasil tes wawancara untuk masuk sebagai staf di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Serangkaian tes, termasuk psikotes, sudah dijalaninya dengan baik. Hasilnya cukup memuaskan, sehingga dia bisa lolos ke tahap akhir.

Lajang berusia 22 tahun itu merasa sangat terbantu menjalani tes tersebut setelah mengikuti bimbingan psikotes di Gerbang Psikologi & Studi (GPS), Jakarta.”Saya semakin tahu mengenai bentuk soal-soal psikotes dan cara praktis dalam mengerjakannya,” katanya.

Hiasinta mengikuti bimbingan itu karena ingin memperoleh skor tinggi dalam psikotes yang diikutinya untuk mencari kerja. GPS, kata wanita yang gemar membaca dan main catur itu, banyak mengajarkan pada para peserta tentang cara berpikir cepat, tepat, teliti, dan benar ketika mengerjakan psikotes.

“Metode pengajaran yang diberikan juga sangat sederhana dan easy to remember. Dengan demikian, para peserta tidak mengalami kesulitan harus menghafal rumus ini dan itu, yang pada kenyataannya menjadi kendala besar bagi sebagian besar orang,” katanya.

GPS yang dimaksudkan Hiasinta memang merupakan lembaga yang bergerak di bidang bimbingan psikotes atau tes potensi akademik (TPA). Di lembaga ini para peserta kursus akan memperoleh materi untuk mempermudah menjalani psikotes. Kursus hanya dilakukan selama satu hari. (Klik pula Profil : Sekali Kursus untuk Selamanya)

Menurut Moko, salah satu staf GPS, kursus dimaksudkan untuk memaksimalkan hasil tes seseorang. Pasalnya, selama ini ada begitu banyak kasus yang menunjukkan seseorang yang sebenarnya memiliki kemampuan tinggi ternyata tidak lolos tes. Para peserta psikotes itu merasa awam dan tidak tahu aturan main dari alat tes. “Akibatnya bisa diduga, nilai mereka rendah dan diinterpretasikan sebagai tidak berpotensi. Mereka pun gugur pada tahap awal seleksi,” katanya kepada Tempo News Room.

GPS menyediakan waktu untuk menguji kenyataan itu. Ternyata, setelah menerima pengenalan sebagian materi dan aturan mainnya, para peserta dapat meningkatkan nilai pada kesempatan tes yang mereka jalani di kemudian hari.

Namun, kata Moko, seseorang yang potensi sebenarnya memang rendah, hasilnya tesnya tidak akan meningkat setelah mengikuti kursus. “Artinya, kegiatan kami bukan membuat orang yang kurang berpotensi menjadi terlihat seolah-olah berpotensi. Namun, kami berusaha menyamakan persepsi mereka sehingga mereka siap untuk dilihat potensinya melalui psikotes,” katanya.

Cerita Hiasinta, yang mengaku memperoleh begitu banyak manfaat dari kursus, melukiskan hal itu. Dia menjadi tahu cara menyelesaikan soal tes, terutama yang berkaitan dengan berhitung. “Dalam soal tes, angka-angka tersebut kan rumitnya nggak tanggung-tanggung. Kalau pertama kali dilihat memang bikin kepala pusing. Namun, ketika saya mengetahui cara mengerjakan soal seperti itu, jadi terlihat lebih mudah dan juga cepat pengerjaannya,” katanya.

Hiasinta juga merasa banyak belajar mengenai cara bernalar yang praktis. Hal tersebut sangat penting, sebab dalam psikotes juga terdapat soal-soal yang berkaitan dengan penalaran. “Saya bisa benar-benar tahu dan terbiasa dengan bentuk dan ciri-ciri soal dalam psikotes. Saya juga menjadi tidak grogi mengikuti tes dan bisa mengerjakannya dengan tenang,” katanya.

Kehadiran kursus yang telah diikuti lebih dari 290 peserta di seluruh pelosok tanah air itu memang didasari besarnya minat seseorang untuk bisa diterima dalam sebuah tes. Tes ini merupakan sarana yang penting bagi sebuah perusahaan atau jawatan untuk menyeleksi pegawai baru. Jika sebuah perusahaan membutuhkan dua manajer baru, misalnya, bisa jadi ada ribuan orang yang mengajukan lamaran. Dua pelamar dengan hasil tes terbaik itulah yang kemudian diangkat sebagai pegawai baru.

Menurut Pembantu Dekan Bidang Akademik pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Henny E Wirawan, psikotes digunakan untuk memilih orang terbaik dari sekian banyak calon, sesuai kriteria jabatan maupun tugas yang harus dilakukan. Tes ini juga bisa menjadi dasar untuk pengembangan karir seseorang. “Pendek kata, ia bisa jadi peta kekuatan seseorang. Di samping itu, peta kekuatan organisasi atau perusahaan dapat diketahui, sehingga memudahkan pengembangan sumber daya manusia,” kata Henny.

Materi yang diujikan dalam psikotes biasanya menyangkut tingkat kecerdasan seseorang. Sikap dan cara bekerja juga akan diuji. Dari hasil tes bisa dilihat skor untuk seluruh aspek. “Masalah kepribadian juga diuji. Apakah ada masalah dengan emosi atau keraguan-raguan,” kata Henny.

Menurut konsultan karier dari Dunamis Intermaster, Tommy Sudjarwadi, seseorang yang mengikuti kursus memang memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk diterima. “Tapi, kalau psikotes itu dikonfirmasi dengan wawancara dan tes lainnya, sebagian besar akan gagal juga,” kata Tommy.

Kehadiran lembaga kursus juga dapat berpengaruh pada hasil psikotes yang tidak lagi mencerminkan pribadi seseorang. Hal ini sudah disadari semua praktisi psikologi sehingga mereka mulai mengembangkan alat pemeriksaan ulang. “Di kantor saya ada salah satu tools yang dilengkapi alat ricek yang tecermin dalam faktor konsistensi. Artinya, kalau Anda memanipulasi, biasanya tidak konsisten,” kata Tommy.

Sebagai contoh, kata Tommy, seorang pelamar untuk bidang akuntasi akan ditanya, apakah dia menyukai akuntansi. Tentu saja, sang pelamar akan menjawab bahwa dirinya suka akuntansi. Namun, ketika diminta memilih lebih suka bertemu orang atau mengurusi angka-angka, dia ternyata menjawab memilih bertemu orang. “Nah, di sini tecermin konsistensi seseorang. Walaupun jawabannya bagus sesuai keinginan kita, tapi kalau konsistensinya rendah, ia akan gagal,” katanya.

Kehadiran kursus psikotes, menurut Henny, bisa memunculkan dampak negatif. Jika hasil tes ternyata tidak sesuai dengan kemampuan sebenarnya seseorang, menurut Henny, pihak perusahaan dan pelamar akan menderita rugi. Pihak perusahaan tidak memperoleh orang yang benar-benar tepat pada bidangnya. “Sedangkan peserta itu bisa sakit atau stres. Jadi, hal ini akan berdampak tidak baik buat dirinya maupun perusahaan. Kalau sampai ketahuan oleh perusahaan, ya di-black list lah,” kata Henny. (Hilman Hilmansyah-Tempo News Room)

Written by brammantya kurniawan

July 29, 2008 at 7:53 am

Leave a comment