BeritaHR

Media Belajar Human Resources

Posts Tagged ‘Strategic Business Partner

Ketika Fungsi HR Dipertanyakan ?

leave a comment »

Fungsi HRD sangat vital dalam perusahaan,benarkah? banyak kalangan yang memandang sebelah mata.Sudahkah HR menjadi “Strategic Business Partner?”

 Semua pasti sepakat bahwa manusia/orang/karyawan adalah aset terpenting dalam organisasi. Ini ibarat istilah “the man behind the gun”, di balik semua infrastruktur dan kelengkapan organisasi, produk, teknologi, proses, sistem, adalah orang/karyawan di belakangnya yang paling penting, karena oranglah yang menjalankan semuanya itu. Namun, ironisnya masih terbilang sedikit organisas yang menaruh fokus atau perhatian yang besar pada departemen dalam perusahaan yang mengurusi masalah orang ini, yaitu Departemen SDM (HR Department).

HRD memainkan peran penting dalam mendukung pelaksanaan strategi perusahaan mencapai tujuannya melalui penyediaan, pemeliharaan dan pengembangan SDM yang memiliki kompetensi yang diperlukan. Dengan demikian, HRD harus bertransformasi menjadi mitra bisnis strategis dari top management untuk memastikan strategi SDM yang sesuai, guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan.

HRD tidak lagi hanya berfungsi administratif menangani data kepersonaliaan, atau sekedar pemberian jasa layanan ketenagakerjaan. Tapi, seharusnya menempatkan fokusnya kepada fungsi strategis sebagai mitra bisnis dan konsultan internal dalam memberikan solusi mengenai permasalahan yang terkait dengan faktor orang dalam organisasi. Apalagi, saat ini fungsi administratif telah dapat diotomatisasi dengan adanya dukungan teknologi informasi (Human Resources Information System).

Inilah yang menurut pandangan saya fungsi yang perlu ditingkatkan dan diperankan lebih baik oleh para praktisi SDM sehingga HRD dapat lebih baik dalam memberikan kontribusi secara langsung bagi pencapaian bisnis atau sasaran strategik organisasi. Untuk itu, para praktisi SDM dituntut memiliki serangkaian kompetensi yang tentunya berbeda dengan kompetensi yang dituntut untuk hanya sekedar fungsi administratif atau pemberi layanan ketenagakerjaan saja.

Salah satu kompetensi penting yang harus dimiliki adalah penguasaan dan pemahaman bisnis, sehingga dapat dengan baik mengembangkan kompetensi SDM dan memberikan layanan SDM yang sesuai dengan tuntutan bisnis. Ini tentunya tidak hanya dengan sekedar mengenal rekanan bisnis, owner atau pun stakeholder yang lain seperti yang ditanyakan oleh Pak Robert. Melainkan, lebih kepada esensi untuk mengerti karakter bisnis, proses bisnis dan kompetisi yang ada di market, dan kaitannya dengan tuntutan terhadap kompetensi SDM yang dapat menjawab tantangan bisnis dan kompetisi tersebut.

Dengan pemahaman bisnis tersebut, maka praktisi SDM dapat menyusun strategi dan langkah-langkah operasional untuk menarik dan mendapatkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan bisnis. Kemudian, mengembangkan dan memelihara SDM dalam perusahaan dengan baik sesuai perkembangan perusahaan serta untuk menghasilkan dan menjaga tingkat kinerja yang diinginkan.

Fungsi HRD memang tidak bisa terlepas dari “mengurusi karyawan”, tapi mengurusi dalam perspektif yang lebih strategis, dengan tujuan memberikan kontribusi yang optimal dalam meningkatkan kualitas, kompetensi dan kinerja SDM yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan perusahaaan. Bukankan mengelola orang lebih menantang daripada sekedar mengelola mesin?

 

Menjadi HRD Manager: Haruskah Berpengalaman?

 

Setiap kali kita melihat iklan lowongan pekerjaan yang dipublikasi di berbagai media massa pada umumnya setiap jabatan mempersyaratkan kandidatnya memiliki pengalaman kerja di bidang yang sama dalam kurun waktu tertentu. Kurun waktu pengalaman kerja yang dituntut akan semakin lama manakala jabatan yang dibutuhkan adalah pada tingkat managerial (top executive). Hal tersebut juga berlaku untuk posisi di bidang SDM seperti HRD Manager. Pada umumnya untuk posisi tersebut perusahaan mempersyaratkan pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun pada bidang SDM.

 

 

Steve Bates dalam tulisannya berjudul “No Experience Necessary?” di HR Magazine yang mengutip hasil survey dari Center for Effective Organizations at the University of Southern California (USC) mengungkapkan bahwa seperempat (1/4) top eksekutif di bidang SDM pada perusahaan-perusahaan terkemuka di Amerika ternyata memulai pekerjaan mereka tanpa pernah memiliki pengalaman di bidang SDM. Hasil survey yang dilakukan HR magazine pada 53 perusahaan  yang  tergolong Fortune 100  yang bersedia mengungkapkan resume para top HR executive mereka, memperlihatkan bahwa ternyata 12 orang tidak pernah memiliki latarbelakang di bidang SDM. (Jurubicara dari 47 perusahaan yang lain menolak untuk memberikan resume para top HR executive mereka).

 

Tampaknya memang ada kecenderungan untuk menempatkan orang-orang dari bidang lain seperti accounting, finance atau hukum untuk menjalankan HRD. Mengapa demikian? Apakah pengalaman tidak lagi dibutuhkan?

Beberapa Alasan

Mengapa ada kecenderungan menempatkan orang-orang yang tidak berpengalaman untuk menduduki posisi top eksekutif tentu saja ada alasannya. Pertama-tama perlu dilihat bahwa fenomena tersebut dipacu oleh tekanan-tekanan yang dialami oleh para eksekutif perusahaan (top manajemen) untuk mencapai tujuan perusahaan. Tekanan-tekanan tersebut memaksa CEO untuk melakukan berbagai tindakan yang dianggap perlu. Oleh karena itu dalam pengangkatan seorang yang belum berpengalaman harus dilihat juga apakah ada agenda khusus yang harus dilakukan HRD atau ada sesuatu yang segera harus diperbaiki. Untuk memahami hal-hal tersebut kita perlu juga memahami apa yang ada dalam benak CEO. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak CEO masih menganggap bahwa HRD kurang memberikan kontribusi secara finansial kepada perusahaan.  Hasil survey Center for Effective Organizations mengungkapkan bahwa 78%  dari para manager percaya bahwa HRD harus menjadi mitra bersama-sama dengan top manajemen dalam usaha membentuk para para eksekutif yang tangguh. Tetapi, hanya 27% dari para manager percaya bahwa HRD mampu melaksanakan perannya tersebut. CEO seringkali menempatkan “muka baru” pada posisi HRD Manager dengan harapan akan memberikan angin segar dan perubahan yang menguntungkan perusahaan.

Alasan kedua adalah CEO menginginkan para top executive  untuk sementara ditempatkan sebagai HRD Manager agar dapat lebih memahami fungsi HRD lebih dalam sehingga jika nantinya dia menduduki posisi yang lebih tinggi maka akan dapat lebih menghargai keberadaan HRD. Alasan lainnya adalah para pejabat yang tidak berpengalaman di HR tetapi sangat professional di bidang lain dapat mengajarkan ketrampilan-ketrampilan bisnis kepada para personil HRD dan menunjukkan kepada mereka bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi langsung kepada usaha-usaha pencapaian tujuan perusahaan. 

Beberapa Kiat Sukses

Sebagai konsekuensi dari penempatan orang yang tidak berpengalaman tentu saja ada yang berhasil dan ada yang tidak. Tidak jarang beberapa pejabat mengalami masa yang sangat sulit bahkan frustrasi pada awal menjabat. Namun demikian banyak juga yang berhasil melewati masa sulit tersebut dan sukses memimpin departemennya.

Beberapa faktor dan kiat  yang dapat membuat para HRD Manager berhasil diantaranya adalah dengan mengikuti beberapa saran berikut: 

  • Bagi anda pemegang tampuk pimpinan di perusahaan, jangan pernah menunjuk seorang eksekutif yang gagal  sebagai HRD Manager. Dengan kata lain janganlah posisi di bidang SDM merupakan tempat pembuangan bagi para eksekutif yang gagal di bidang lain. Jika sampai hal ini terjadi hampir dapat dipastikan akan terjadi chaos pada HRD.

  • Penempatan orang yang memiliki jiwa bisnis yang kuat akan membuat HRD mampu memainkan perannya dalam menyusun perencanaan SDM dan mengintegrasikannya ke dalam strategi bisnis perusahaan serta tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelengkap. Seorang HRD Manager harus mampu membaca dan memahami laporan keuangan dan cash-flow serta dapat mengetahui secara pasti bagaimana program-program HRD akan berpengaruh terhadap hal tersebut.

  • Menjadi HRD Manager bukan sekedar berhasil dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen SDM, namun perlu juga memahami bisnis perusahaan secara menyeluruh. Termasuk disini adalah pemahaman mendalam tentang “nature of business” dan budaya perusahaan.

  • HRD Manager yang tidak berpengalaman dibidangnya hendaklah pandai-pandai dalam mengambil hati dan belajar dari orang-orang dalam yang sudah berpengalaman. Jika Anda seorang yang kebetulan dipilih sebagai HRD Manager dan menganggap bahwa Anda harus ahli dalam segala hal maka masalah akan senantiasa menyertai Anda. Agar terhindar dari masalah cobalah untuk bersikap rendah hati dan katakan kepada bawahan Anda “Saya perlu belajar dari Anda lebih banyak lagi tentang hal ini”. 

  • Tunjukkan penghargaan yang mendalam kepada staff atau bawahan anda yang telah mendedikasikan dirinya pada bidang SDM. Jangan pernah menganggap remeh orang-orang tersebut, sebab jika anda melakukannya maka anda akan kehilangan dukungan dari mereka.

  • Jika anda sebagai HRD Manager menghadapi bawahan yang kurang senang dengan adanya perubahan kepemimpinan (HRD Manager (anda) berasal dari bidang “non SDM”), cobalah untuk menyakinkan mereka bahwa hal ini harus dilihat dalam kerangka strategi bisnis perusahaan secara keseluruhan. Katakan juga bahwa Anda membutuhkan waktu dan bantuan mereka untuk memajukan HRD di perusahaan. 

 

Peranan strategi HRD Departemen dalam rangka pelaksanaan strategi retained talented employee

 

Berhentinya seorang karyawan dari perusahaan akan dapat menimbulkan gangguan terhadap kegiatan usaha, kerjasama tim (team work) dan performance dari unit kerja yang ditinggalkan. Selain itu, kondisi ini juga menimbulkan biaya bagi perusahaan yang bisa berdampak jangka pendek maupun jangka panjang.  Biaya tersebut dapat berupa direct cost yaitu biaya untuk mencari  kandidat pengganti, training untuk karyawan pengganti tersebut. Sedangkan Indirect cost bisa dalam bentuk waktu yang dibutuhkan untuk karyawan baru tersebut untuk dapat bekerja dengan baik pada posisi pekerjaannya, dan penyesuaian yang dibutuhkan agar bisa menyatu dengan karyawan lainnya dalam rangka membentuk tim kerja yang solid. Apabila perusahaan memiliki kebijaksanaan untuk memberikan training khusus bagi setiap karyawan baru, biaya tersebut bisa termasuk kedalam kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan pada saat karyawan tersebut berhenti.

 

Selain berdampak atas timbulnya biaya tersebut, ada dampak lain yang tidak bisa diukur secara ekonomis, tetapi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan yaitu dampak terhadap moril atau semangat kerja karyawan lain dan reputasi perusahaan sebagai “tempat bekerja yang menyenangkan” bagi pasar tenaga kerja.

 

Oleh karena itulah perusahaan harus benar-benar memperhatikan seluruh kebijaksanaan perusahaan dalam rangka penepatan strategi retention dibidang sumber daya manusia.

 

Selain dampak negatif tersebut, turnover karyawan juga memiliki dampak positif. Dampak positif tersebut antara lain :

  • Kesempatan untuk mempekerjakan karyawan yang sudah memiliki pengalaman dan kemampuan lebih baik yang tidak terpengaruh oleh budaya kerja yang buruk didalam organisasi perusahaan.
  • Perusahaan bisa mempekerjakan karyawan baru yang memiliki ide-ide baru yang dapat menginovasi tatakerja yang ada.
  • Dapat menurunkan rata-rata masa kerja karyawan yang pada akhirnya bisa menurunkan biaya gaji yang harus dikeluarkan.
  • Dapat memberikan peluang bagi talented & high performance employee untuk mendapatkan promosi dan peningkatan karir.
  • Jika yang berhenti tersebut merupakan karyawan yang memiliki performance buruk atau karyawan yang menjadi pengganggu bagi kerja sama tim dalam organisasi, maka bisa berdampak meningkatkan moril didalam unit kerja yang ditinggalkan.

 

Bagi organisasi perusahaan yang sedang dalam proses perkembangan, seiring dengan perkembangan usahanya, pengelolaan strategi turnover karyawan ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempertahankan talented employee dan mengeluarkan karyawan yang memiliki kinerja yang buruk. Yang menjadi permasalahan adalah, dalam kondisi persaingan usaha yang sangat tinggi, talented employee memiliki kemungkinan lebih besar keluar dari perusahaan dibandingkan karyawan yang memiliki kemampuan standar atau yang buruk.  Hal ini didasari oleh kebutuhan para pesaing terhadap karyawan-karyawan yang dianggap memiliki kemampuan lebih dan dengan mempekerjakan karyawan tersebut akan berdampak positif bagi peningkatan keuntungan perusahaan. Disinilah letak strategisnya Departemen sumber daya manusia, sebagai pihak yang sangat berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia.

 

Selain mendapatkan banyaknya penawaran dari pihak kompetitor, talented employee memiliki kepercayaan diri atas kemampuan yang dimilikinya. Apabila kemampuan yang dimiliki ini tidak mendapatkan kesesuaian reward, baik dari segi tingkat gaji dan kesempatan aktualisasi diri, tentu saja usaha untuk mendapatkan posisi yang diinginkan mendapatkan dorongan yang kuat.  Sebaliknya karyawan dengan kemampuan standar atau yang memiliki kinerja rendah, akan berusaha untuk tetap didalam organisasi perusahaan dan selalu berusaha untuk mempertahankan  kenyaman yang diperoleh dari posisinya, karena merasa tidak memiliki nilai jual didalam pasar tenaga kerja.

 

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perusahaan atau departemen sumber daya manusia dapat mengetahui talented employee yang dimilikinya. Karena didalam organisasi perusahaan  fungsi HRD departemen saat ini, tidak lebih dari departemen yang mengurusi karyawan secara administratif saja. Hal ini disebabkan oleh paradigma yang menempatkan departemen sumber daya manusia sebagai lembaga pelengkap saja, atau lebih tepatnya pihak pelengkap penderita. Apabila terjadi peningkatan profit perusahaan tidak pernah mendapat pujian, sebaliknya jika perusahaan mengalami kerugian, akan dianggap sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab karena besarnya biaya atau budget yang dikeluarkan.

 

Naiknya biaya pengelolaan perusahaan , seiring dengan kenaikan harga BBM menyebabkan perusahaan harus melakukan pengetatan biaya. Biaya gaji karyawan merupakan salah satu biaya yang dapat ditekan. Penurunan gaji bukanlah suatu kebijaksanaan yang dapat ditempuh, tetapi pengurangan komponen reward lainnya dijadikan sasaran penghematan. Penurunan biaya overtime (lembur), dan pengurangan fasilitas-fasilitas pendukung seperti fasilitas kendaraan merupakan sasaran tembak yang mudah dilakukan oleh manajemen perusahaan.

 

Konfik kepentingan antara pemilik perusahaan dengan kepentingan karyawan dapat juga mendasari kesalahan pandangan terhadap fungsi departemen sumber daya manusia. Pemilik perusahaan memiliki kepentingan agar keuntungan yang diperoleh perusahaan meningkat dari waktu kewaktu. Dalam pandangan ini, tingkat gaji karyawan yang tinggi dianggap sebagai komponen pengurang bagi keuntungan yang diperoleh. Pandangan kuno yang bersarang didalam pikiran Pemilik perusahaan yang diimplentasikan oleh manajemen perusahaan inilah yang meletakan fungsi HRD departemen dan peranan karyawan sebagai sesuatu yang tidak penting.

 

Pengukuran kinerja karyawan yang dilakukan tidak lebih dari sebagai suatu formalitas yang harus dilakukan, agar perusahaan dianggap telah melakukan fungsi pembinaan sumber daya manusia. Karena fakta dilapangan menunjukan bahwa penilaian yang dilakukan telah ditentukan dengan batasan-batasan tertentu sesuai dengan budget yang dimiliki oleh masing-masing unit kerja. Promosi jabatan dan pemberian reward lebih didasari oleh ketersediaan budget, bukan kebutuhan ataupun hasil  penilaian yang objektif bagi kinerja karyawan. Alasan keterbatasan budget ini juga berakibat bahwa penilaian performance yang dilakukan, tidak berjalan secara tepat. Penilaian yang dilakukan oleh atasan sang karyawan lebih sering didasari oleh penilaian yang subjektif, like and dislike yang didasari oleh latar belakang budaya paternalistik yang kuat. Yang pada akhirnya berdampak perusahaan hanya memiliki  “pasukan Yes man”, sebagai kekuatan utamanya.

 

Pada era informasi saat ini, semua perusahaan kemungkinan dapat dengan mudah mengakses kemajuan teknologi, produk-produk yang dimiliki oleh perusahaan akan memiliki kualitas yang tidak berbeda jauh dari segi fitur dan aspek teknologinya. Yang membedakannya adalah manusia yang menjalankan proses produksi atau usaha tersebut. Teknologi tidak ada artinya jika manusia sebagai komponen pelaksanaanya (operator) tidak memiliki kualitas yang tinggi. Dengan kata lain, karyawan merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan. Perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang memiliki pengelolaan sumber daya yang tepat.

 

Berkaca pada kondisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kondisi yang terjadi pada Perusahaan yang tidak menyadari pentingnya peranan Departemen sumber daya manusia, akan menyebabkan perusahaan tersebut tidak akan dapat menjalankan strategi retention talented employee. Yang terjadi adalah,

  • Talented employee sangat besar kemungkinan keluar dari perusahaan.
  • Untuk pemenuhan pengganti talented employee tadi, perusahaan melakukan recruitment karyawan yang sudah memiliki kemampuan tinggi yang tentu saja dengan tingkat gaji yang makin lama makin tinggi.
  • Karyawan pengganti yang dibayar dengan gaji yang lebih tinggi tersebut kemungkinan besar merupakan talented employee yang tentu saja tidak akan lama bertahan didalam perusahaan.
  • Kondisi seperti ini akan menimbulkan gap yang tinggi antara gaji karyawan lama dan karyawan baru, yang dapat menimbulkan kecemburuan dan  ketidak harmonisan tim kerja dalam organisasi, yang akhirnya menurunkan kinerja perusahaan
  • Karyawan dengan kinerja standar dan rendah, akan bertahan didalam perusahaan dan akan bekerja lebih buruk lagi, karena merasa adanya ketidak adilan ini.

 

Bagaimana Solusinya ?

 

Bagi perusahaan :

  • Perusahaan harus menyadari pentingnya peranan departemen Sumber daya manusia yang dilaksanakan dengan memberikan porsi budget yang paling besar dan utama, baik untuk pengembangan organisasi HRD departemen maupun pelaksanaan program-program pengembangan karyawan dalam bentuk training ataupun seminar.
  • Dengan menempatkan peranan sumber daya manusia sebagai hal yang penting, diharapkan departemen ini bisa berbenah diri, mulai dari penambahan personil, pelaksanaan program-program pembinaan karyawan yang lebih profesional dan tentu saja penilaian performance karyawan yang tepat dalam rangka mencari talented employee dan mempertahankannya didalam organisasi perusahaan.
  • Karyawan adalah aset, bukan sebagai faktor biaya, oleh karena itu perusahaan harus mengelola karyawan lebih baik lagi, mulai dari sistem penggajian, kesempatan untuk berkembang, penilaian yang adil, dan pemberian motivasi yang bisa mendorong karyawan bekerja lebih baik dari waktu kewaktu yang pada akhirnya akan membentuk “corporate culture” yang baik.

 

Bagi karyawan :

 

  • Agar anda sebagai karyawan mendapatkan peningkatan penghasilan yang akan meningkat, berusahalah untuk menjadi talented employee.
  • Jangan buang waktu anda, manfaatkan setiap detik waktu  dikantor  untuk meningkatkan kemampuan, dengan cara bekerja lebih baik lagi dari waktu ke waktu, mencari tantangan kerja yang lebih tinggi dan lebih berat, keluar dari “comfort zone”.
  • Jangan jadikan gaji yang rendah sebagai alasan untuk tidak bekerja maksimal, karena kalau anda tidak bekerja maksimal, yang paling rugi adalah diri anda sendiri. Karena kehilangan kesempatan untuk mengasah “Intan” diri anda, dan menjadikan anda penguasa di “center of state” perusahaan tempat anda bekerja.
  • Kalau anda merasa sudah menjadi talented employee, dan tidak mendapatkan perhatian dan reward yang sesuai dari perusahaan tempat anda bekerja sekarang, jangan hanya berdiam diri, lakukan marketing diri agar dunia tahu, kalau anda merupakan “mutiara yang hilang”, aset yang sangat berharga bagi yang dapat memilikinya.

 

Tulisan ini tidak bermaksud untuk memprovokasi pihak manapun, tetapi merupakan usaha untuk melihat kondisi secara jernih dari perpektif penulis dan tentu saja refleksi dari dalam diri yang tercipta karena peristiwa dan kejadian-kejadian yang dialami.

 

Dengan melihat semakin banyaknya tantangan yang harus dihadapi oleh HRD Manager maka dapat juga dilihat bahwa HRD bukan lagi sekedar faktor pelengkap dalam perusahaan. Setuju atau tidak HRD merupakan bagian yang penting, sama seperti finance, marketing, atau divisi lain,  yang mempengaruhi aspek-aspek yang ada dalam perusahaan dalam mencapai tujuan. Sekarang tinggal bagaimana para HRD Manager mampu menjawab tantangan tersebut dan terus meningkatkan kemampuan diri bukan hanya ahli dibidang SDM tetapi juga harus memiliki kemampuan (minimal memahami) di bidang-bidang  lain seperti finance, akuntansi, hukum dan IT.

 

 

Written by brammantya kurniawan

July 31, 2008 at 6:30 am